Kam 18 Ramadhan 1445AH 28-3-2024AD
Artikel

Keluarga: Lingkungan Utama Pendidikan Anak

Anak-Anak Kita Dan Dunia Digital

Beberapa waktu yang lalu dunia Pendidikan kita dihebohkan dengan sebuah surat cinta yang ditulis oleh seorang siswa Sekolah Dasar (SD) kepada salah seorang temannya di sekolah. Tentu saja, hal ini mengiris hati para pendidik. Bagaimana tidak, seorang siswa yang masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar menulis surat cinta untuk teman lawan jenisnya, dengan bahasa yang sangat vulgar dan terkesan menjurus pada pelecehan seksual yang sama sekali tidak pantas dilakukan. Melihat kejadian ini, kita semua pantas merasa miris dan prihatin. Nampaknya, ada sesuatu yang salah; ada sesuatu yang luput dari pengawasan orang dewasa kepada anak-anak, baik guru di sekolah, maupun orang tua di rumah.

            Di era globalisasi sekarangini, di mana teknologi informasi semakin berkembang, mau tidak, mau siap tidak siap, kita akan bersentuhan dengan berbagai macam dinamika yang terjadi di dunia. Informasi apapun dan dari belahan dunia manapun, dapat dengan mudah kita akses hanya dalam genggaman tangan. Problematika masyarakat dunia yang terjadi saat ini, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, kekerasan seksual maupun tindakan kriminal lainnya, menjadi sangat dekat dengan kehidupan kita. Hampir setiap hari media-media elektronik kita memberitakan hal-hal seperti itu. Dan, itu semua menjadi konsumsi masyarakat kita sehari-hari, yang tanpa kita sadari juga diakses oleh anak-anak kita.

            Kata para pakar pendidikan, anak-anak adalah peniru yang ulung, mereka akan meniru apa saja yang mereka lihat dan mereka dengar. Bayangkan! Jika yang mereka lihat adalah hal-hal yang tidak baik. Bagaimana jadinya, jika anak-anak kita, sengaja atau tidak sengaja, melihat di media sosial tayangan-tayangan yang tidak baik itu? Salah satu contoh dampaknya, adalah kasus surat cinta anak SD di atas. Lantas bagaimana cara kita menyikapi masalah kita ini? Apa yang harus kita lakukan untuk membentengi anak-anak kita dari itu semua? Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan memperkuat pendidikan dalam keluarga. Orang tua, baik ayah maupun ibu, memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan keluarga.

Ayah: Pilot Pendidikan Keluarga

Ayah memiliki peran yang sangat vital dalam pendidikan keluarga. Ia adalah pemimpin yang berhak dan bertanggungjawab menentukan arah pendidikan dalam sebuah keluarga. Agaknya, ada satu budaya yang keliru dalam masyarakat kita, bahwa ayah tugasnya hanya mencari nafkah, sedangkan pendidikan anak adalah sepenuhnya tugas ibu. Ini yang harus kita luruskan dalam masyarakat kita. Sebenarnya, peran ayah dalam keluarga tidak hanya sebatas mencari nafkah, akan tetapi jauh lebih besar dari itu. Ayah juga harus turut andil untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak. Salah satu tugas utama ayah, dalam wilayah ini, adalah menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak.

Penanaman nilai-nilai tauhid sejak dini bagi anak sangat penting dilakukan. Dan uniknya, di dalam Islam, penanaman nilai-nilai tauhid ternyata dipimpin langsung oleh seorang ayah, bukan Ibu. Mari kita kilas kembali kisah Luqmanul Hakim dan anaknya yang diabadikan oleh Allah swt. dalam Q.S. Luqman/31: 13: “…Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah …”.

Luqmanul Hakim mengajarkan kepada anaknya bahwa jangan sekali-kali menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah adalah perbuatan zalim yang sangat besar. Sungguh pendidikan nilai-nlai tauhid yang sangat patut untuk dicontoh, ayah berkomunikasi langsung dengan anaknya tentang bagaimana seorang muslim beriman, dan hanya kepada siapa dia harus menyembah.

Dalam ayat yang lain, Allah swt. sekali lagi menegaskan betapa pentingnya penanaman nilai-nilai tauhid kepada anak yang dilakukan oleh seorang ayah. Kali ini yang menjadi teladan adalah seorang Nabi, yakni Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ya’qub as., yang mengajarkan tauhid kepada anak-anak mereka. Peristiwa indah ini diabadikan oleh Alquran dalam Q.S. al-Baqarah/2:132: ”… janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.

Membangun Interaksi Dengan Anak

Membangun interaksi dengan anak sangat penting dilakukan. Sering kita dengar atau bahkan kita alami, bahwa anak tidak dekat dengan orang tuanya sendiri. Atau anak dekat hanya dengan salah satu orang tuanya. Ada anak yang merasa canggung untuk bicara, mengobrol atau berdiskusi dengan orang tuanya sendiri. Budaya ini harus kita ubah, Ayah dan Ibu harus sering berinteraksi dengan anak. Komunikasi adalah kunci dari kuatnya pendidikan dalam keluarga. Abah Ihsan, seorang praktisi parenting, dalam sebuah seminar parenting di Kota Medan pernah mengatakan, bahwa orang tua harus meluangkan waktunya untuk bersama anak. Ingat! bersama anak! bukan di dekat anak!.

Bersama anak, berarti kita harus mencurahkan pikiran, pandangan dan perhatian kita kepada anak. Biasanya, hanya fisik kita yang dekat dengan, sedangkan perhatian kita sering teralih ke hal-hal yang lain, seperti gadget, pekerjaan dan lain-lain. Dan, ini tradisi modern yang harus kita ubah, agar kita bisa bersama anak.

Banyak teladan yang bisa kita contoh tentang betapa pentingnya interaksi-komunikasi orang tua dengan anak. Dialog yang paling indah antara ayah dan anak adalah dialog antara Nabi Ibrahim as. dan Nabi Isma’il as. yang diabadikan dalam Q.S. As-Shaffat/37:102:“…(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Isma’il) menjawab, “Wahai ayah ku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Dengan berdialog, berarti orang tua telah menumbuhkan rasa kasih sayang kepada anaknya. Karena sejatinya, anak ingin didengar ucapannya dan ingin dimengerti kemauannya. Ketika kita telah berhasil membangun komunikasi yang baik dengan anak, maka anak akan merasa bahwa ia telah menemukan teladan-idola yang tepat, dan tempat berbagi cerita yang tepat. Sehingga apabila anak menghadapi masalah di luar rumah, ia akan menemui orang tuanya; bercerita dengan orang tuanya, bukan dengan orang lain.

Penulis: Muhammad Khaidir, S.Pd.I
Pendidik di SDIT Tahfizhil Quran
Yayasan Islamic Center Sumatera Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *