Artikel

Siapakah Musuh Kita?

Di era digital, di tengah surplusnya informasi dan defisitnya logika, salah satu fenomena yang tidak bisa kita hindari adalah munculnya musuh-musuh baru dalam kehidupan kita. Fenomena ini terjadi karena seperti kata orang bijak, “Manusia akan memusuhi sesuatu yang tidak mereka kenal.” Memang, sekarang ini, setiap hari kita akan dihadapkan kepada sesuatu yang tidak kita kenal. Sudah barang tentu, dengan banyaknya informasi yang meluap itu, akan banyak juga yang tidak kita ketahui hakikatnya, maka sangat wajar kalau setiap hari kita dihadapkan kepada musuh-musuh baru. Bukankah, sebagaimana yang telah kita sebutkan, manusia akan memusuhi sesuatu yang tidak mereka kenal?

Para pakar mengatakan bahwa kita sekarang bukan lagi hidup di era industri, tetapi sudah hidup di era informasi. Sebagian pakar yang lain mengatakan bahwa sekarang ini, setiap delapan menit sekali ada penemuan baru dalam bidang ilmu, dan ilmu itu bisa diakses dalam hitungan detik dari seluruh dunia. Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi terhadap perkembangan informasi dua puluh tahun ke depan. Nampaknya, yang akan terjadi ketika itu adalah, setiap satu menit akan ada delapan penemuan baru dalam bidang ilmu, dan itu bisa diakses sebanyak delapan kali setiap satu detik. Kalau ini terjadi nanti, bukankah akan semakin banyak musuh yang dihadapkan kepada kita?

Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi itu semua, selain harus menjadikan Alquran sebagai panduan. Di sanalah kita akan menemukan informasi yang akurat tentang apa dan siapa sebenarnya yang layak untuk kita jadikan sebagai musuh. Sekalipun sebagian pakar-pakar Alquran kontemporer mengatakan bahwa tidak semua tema kehidupan manusia dibicarakan oleh Alquran, tetapi sampai hari ini belum ada tema kehidupan manusia yang tidak bisa dibicarakan oleh Alquran, sekalipun, harus diakui, kalau sebagiannya hanya dalam bentuk isyarat.

Kalau kita menelusuri ayat-ayat suci itu, kita akan menemukan fakta bahwa kosakata yang digunakannya untuk memperkenalkan musuh adalah kata ‘aduwwun/marfu’ dan kata ‘aduwwan/manshub. Kata ini terambil dari huruf-huruf ain, dal dan alif; ‘ada, ya‘du. Pakar kosakata Alquran, semacam ar-Raghib al-Ashfahani dalam buku monumentalnya al-Mufradat fi Gharibilquran, mengatakan bahwa makna kosakata yang terambil dari huruf-huruf ini adalah melanggar batas kebenaran dan keadilan.

Pakar bahasa yang lain, semacam pengarang buku Mu’jam Maqayisillugah, mengatakan bahwa makna kosakata yang terambil dari huruf-huruf tersebut adalah melampaui batas dan jauh. Nah, salah satu derivate atau kata turunan dari kata-kata yang terbentuk dari huruf-huruf itu adalah kata ‘aduwwun yang dalam bahasa nasional kita sering diartikan dengan kata musuh. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa mereka yang bermusuhan adalah mereka yang berjauhan hati, pikiran dan fisiknya.

Kita cukupkan sampai di sini uraian kebahasaan itu. Yang jelas, dari uraian itu kita sudah mengetahui bahwa musuh adalah sesuatu yang berjauhan secara hati, pikiran dan fisik. Sebelum melanjutkan, sangat perlu kita tegaskan bahwa musuh bukanlah sesuatu yang buruk. Musuh adalah sesuatu yang baik, selama kita bisa mengarahkannya ke arah yang tepat. Lantas, siapakah musuh yang tepat dalam pandangan Alquran?

Banyak bentuk permusuhan yang diperkenalkan oleh Alquran. Ada bentuk permusuhan antara manusia dengan Tuhan, permusuhan antara manusia dengan malaikat, permusuhan antara manusia dengan para nabi, permusuhan antara orang tua dengan anak, dan permusuhan suami dan pasangannya. Akan tetapi, dari semua jenis permusuhan yang diperkenalkan oleh Alquran, yang sangat tegas dikatakan Alquran untuk dimusuhi hanya satu, yaitu setan. Setan, dalam pandangan Alquran, adalah sikap yang melekat pada sesuatu. Bisa melekat pada manusia, jin dan bahkan hewan. Intinya, segala sesuatu yang jauh dari kebaikan, itu disebut oleh Alquran dengan istilah setan.

Dengan demikian, musuh utama kita dalam hidup ini, menurut Alquran, adalah segala sesuatu yang jauh dari kebaikan. Dan, sesuatu yang jauh dari kebaikan itu, bisa saja ada pada diri kita masing-masing, seperti sifat malas; malas berpikir, malas bekerja, malas berjuang, malas belajar, malas bersilaturahim, malas melawan ego, malas mengasah hati, malas membaca alam raya dan malas bermusyawarah. Setan lainnya, yang bisa jadi ada pada diri kita masing-masing, terutama di era informasi ini adalah setan pamer di media sosial. Kelihatannya, kita masih sangat sering pamer makanan, dan bahkan pamer ibadah di media sosial, karena didorong oleh rasa ingin diakui oleh orang lain.

Sekali lagi, sifat semacam ini harus kita musuhi karena ia bagian dari sesuatu yang jauh dari kebaikan atau setan. Bukankah Alquran telah menegaskan dalam firman-Nya Q.S. Fathir/35:6.  “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kamu, maka jadikanlah ia musuh, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”.

Jika setiap individu manusia menyadari bahwa setan ada pada dirinya, dan mereka mempunyai niat yang kuat untuk menjadikan setan itu sebagai musuh, maka secara otomatis semua manusia akan melakukan introspeksi diri sendiri sebelum meng-introspeksi diri orang lain. Dan, apabila setiap orang fokus memusuhi setan-setan yang ada pada diri mereka masing-masing, maka dunia kita yang agak bising ini, karena ulah setan-manusia, akan lebih sejuk dan nyaman. Sebaliknya, jika setiap orang fokus memusuhi setan-setan yang ada pada diri orang lain, sedangkan  ia lupa memusuhi setan yang ada pada dirinya, maka dunia yang kita tempati ini akan semakin rusuh, dan bisa jadi akan meletupkan peperangan-peperangan baru.

Tidak terlalu keliru untuk menyimpulkan, bahwa gesekan-gesekan yang terjadi antara manusia, penyebabnya adalah karena manusia tidak memusuhi setan-egosentris yang ada pada diri mereka. Hari-hari ini, ketegangan sangat sering terjadi, bukan hanya antara satu komunitas manusia dengan komunitas manusia yang lain, akan tetapi juga antara satu Negara dengan Negara yang lain. Baru-baru ini, masih segar dalam ingatan kita peperangan yang terjadi di Negara-negara Eropa, setelah sebelumnya kita menyaksikan konflik yang berkepanjangan dan banyak memakan korban nyawa di Negara-negara Timur Tengah. Semua itu terjadi, karena manusia tidak berhasil memusuhi diri mereka masing-masing.

Sekali lagi, benar apa yang dikatakan oleh orang bijak, “Musuhmu ada dalam darahmu”. Artinya, setiap kita mencari musuh di luar diri kita, maka musuh kita akan semakin banyak, dan setiap kita mencari musuh dalam diri kita, maka musuh kita akan semkain sedikit.   

Akhirnya, mari kita musuhi setan-diri-egosentris kita masing-masing!   

Ditulis oleh: Dr. Charles Rangkuti, M.Pd.I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *