Jum 19 Ramadhan 1445AH 29-3-2024AD
Artikel

Sosok Pemimpin Dalam Alquran

Berbicara mengenai pemimpin, tidak ada rujukan yang paling indah, kecuali Alquran. Pada kesempatan ini, mari kita lihat, dalam pandangan Alquran, sebagian syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Di dalam Q.S. al-Qashash/28:26. disebutkan bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki dua sifat; al-Qowiyy dan al-Amin, yakni kuat dan dapat dipercaya.  

Kata al-Qowiyy memiliki dua makna, yakni kuat secara fisik dan kuat secara mental. Kekuatan fisik seorang pemimpin sangat diperlukan, karena pemimpin yang lemah fisik tidak akan mampu mengurus keperluan dirinya sendiri, apalagi mengurus keperluan orang banyak. Kekuatan mental seorang pemimpin juga sangat diperlukan, karena dia akan dihadapkan kepada berbagai masalah. Tanpa mental yang kuat, seorang pemimpin tidak akan sanggup menghadapi berbagai masalah, apalagi menyelesaikannya.  

Pakar hukum Islam kenamaan, Imam Malik mengatakan, “Apabila ada dua calon pemimpin yang akan dipilih, yang satu kurang alim dan cukup pemberani, dan yang satu lagi cukup alim dan kurang pemberani, maka pilihlah calon pemimpin yang kurang alim dan cukup pemberani.” Sebab, kekurang alimannya hanya akan mencelakakan dirinya sendiri, sedangkan kekurang beraniannya akan mencelakakan banyak orang. Itu sebabnya, mengapa Nabi Muhammad saw. tidak memberikan jabatan kepada sahabat beliau yang bernama Abu Dzar al-Ghifari, sekalipun sahabat yang bersangkutan meminta jabatan kepada beliau. Itu demikian karena sahabat tersebut adalah sahabat yang sangat atau cukup alim, akan tetapi kurang berani. 

Selanjutnya, kata al-Amin memiliki makna dapat dipercaya. Sifat ini akan memberikan rasa aman kepada orang-orang yang lemah. Rasa aman itu datang karena cara bicara pemimpin yang jujur kepada mereka yang lemah itu. Rasa aman itu juga datang karena sifat pemimpin yang selalu tegas kepada mereka yang jahat demi membela hak-hak si lemah. Rasa aman itu juga datang karena pemimpin yang amanah tidak akan berkhianat kepada yang dipimpinnya.

Selain itu, pemimpin yang al-Qowiyy dan al-Amin akan bisa membedakan antara kebaikan dan kebenaran. Dia sadar bahwa dia “tidak terlalu perlu” untuk mencintai kebaikan, yang sangat perlu untuk dia cintai adalah kebenaran. Banyak hal yang baik dalam hubungan pribadi, tapi tidak benar dalam hubungan kepemimpinan, seperti sogokan atau sanjungan yang diberikan oleh bawahan. Kedua hal itu baik dalam konteks meng-eratkan hubungan pribadi pimpinan dan bawahan, akan tetapi itu tidak benar dalam konteks hubungan kepemimpinan. Dan, hanya pemimpin yang kuat dan amanah yang bisa selamat dari kedua hal yang “baik” itu. Dia akan sadar bahwa sogokan hanya kesenangan sesaat dan sanjungan adalah teror.

Kesimpulannya, seorang pemimpin tidak boleh hanya memiliki sifat al-Qowiyy, karena dia akan menzalimi bawahannya, akan tetapi seorang pemimpin juga tidak boleh hanya memiliki sifat al-Amin, karena dia akan dizalimi oleh bawahannya. Demikian terlihat, supaya kepemimpinan menjadi seimbang, maka seorang pemimpin wajib memiliki sifat yang kuat dan dapat dipercaya. Dalam bahasa yang singkat, pemimpin itu harus kuat tapi tidak arogan, dan harus lembut tapi tidak lemah. 

Ditulis oleh: Dr. Charles Rangkuti, M.Pd.I. dan Dr. Fatima Rahma Rangkuti, M.Pd, Tenaga Pendidik Ma’had Tahfizhil Qur’an Yayasan Islamic Centre Sumatera Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *